Total Tayangan Halaman

Jumat, 15 Juli 2016

Tentang senyuman, abaikan

Hmm… Beruntung hari ini tidak melupakan sebuah agenda tahunan (makrab elka “malam keakraban teknik elektronika). Mungkin bilamana agenda tersebut terlupakan, akan ada sepotong cuplikan sejarah dalam hidup yang akan terlewatkan.
1.       Entahlah, harus dimulai darimana.. Setelah seharian tidak menyentuh sesendok nasi pun (hanya beberapa potong kue, yang mungkin tidak akan cukup menghasilkan tenaga untuk sekedar memasukkan bongkahan-bongkahan bata bercampur pasir ke dalam dua karung plastic, bilamana kau tak terbiasa), entah karena apa dan mengapa.
2.            Begitu menikmatinya malam hari ini, berkumpul bersama dan bersenda gurau bersama pula. Serta hujan deras yang mengguyur. Walaupun sempat di”gojloki” adik kelas pas menyapa tadi (“loh mas, ekspresinya kok gitu”, katanya. Lantas, tandasku “emang defaultnya”) sehingga membuatku menyematkan sebuah senyuman.
3.      Entah mengapa tiba-tiba ingin berbuat sesuatu yang jahil, sambil menerka-nerka dalam otak, mungkin kalau aku pajang foto acara malam ini, nih “anak import” pasti bakalan datang. Karena pagi harinya pas mau pinjam buku buat adikku, nih anak masih perjalanan. Setelah pesan pendek kedua terkirim “no respon”. Dan ketika foto tersebut baru diterbitkan untuk menjadi sebuah foto profil sebuah akun sosmedku, tidak lama kemudian sebuah pesan datang. Pesan dengan bunyi “Mas aku ng halte sungkan mlebu” (Indonesia : Mas/Kak, saya di halte, sungkan mau masuk”), sambil diiringi sebuah nada tawa. Eh, ternyata setelah dipancing-pancing dia ngomong kalua takut gak bisa parker gara-gara dia baru aja ngundurin diri dari kampus. Yah, maklum lah, dia baru aja diterima di jurusan yang dia suka.
4.        Pulang dari acara, cari angin segar. Usai hujan, suasana nyaman, sambil bawa motor ugal-ugalan juga (maklum otak lagi kusut). Ternyata pas pulang nih berbarengan dengan si “anak import”, akhirnya dikit-dikit juga ngobrol sih. Termasuk tentang motor plat “W” yang dibawa.
5.      Pas pulang juga (eh, kok ngomong pulang, padahal ke “basecamp”), iseng aja lewat jalur yang mungkin dilewati si “anak import”. Ternyata tuh anak beneran lewat, dan pas nyalip (pas mau nyebrang) nanya juga, “Mas, ngapain ke Keputih”. Jawaban aku cuek bbanget dengan ekspresi jelek, “cari makan” (padahal 50:50, orang akhirnya cuman beli sandwitch di minimarket). Padahal nih anak import tanya baik-baik loh, senyum juga.
6.         Sudah beli sandwitchnya, akhirnya dibawa deh makan sambil motoran (gak baik, jangan ditiru). Usai habis, lanjutin jalan, dan akhirnya nyampai basecamp. Lantas ngobrol sama nyemil dikit, dan setelahnya dibuat nonton film “remember when” sambil nunggu sekaligus menikmati suasana hujan.  Begitu dalamnya tenggelam dalam suasana di film itu. Usai nonton, kebetulan hujan berhenti, langsung  balik pulang dengan langkah gontai.
7.          Tidak seperti biasanya, ketika pulang malam (arloji di tangan menunjukkan waktu sekitar pukul 1.50 dini hari) dengan kecepatan yang konstan dan sangat lambat (dengan mengemudi hanya memakai satu tangan saja, sambil tangan lainnya memegangi kepala), sekitar 20km/jam. Pun semua hal yang terjadi tiba-tiba terlintas, tapi diri ini sadar bahwa sedang hanyut dalam sebuah lamunan. Yang berkecamuk ialah tentang sebuah senyuman. Teringat beberapa orang :
-   dua orang staf kesayanganku di himpunan (yang selalu senyum ikhlas, begitu aku memandang mereka), yang semuanya tidak bisa membuatku melontarkan kemarahan pada mereka, meskipun memang aku tidak pernah maran kepada semua anggota;
-    tentang seorang (entah) teman atau sahabat dan sebuah dialog beberapa waktu lalu di sebuah gedung pusat bahasa (kampus ibunda, ITS) yang diantaranya ia mengatakan sebuah kalimat yang sampai saat aku ingat, yang intinya “Kita bekerja untuk kebutuhan, bukan profit semata.”;
-      tentang seorang teman “5009” (angka belakang nomor handphonenya dulu) yang pernah mengaku bahwa “stipo pinknya ketinggalan” (ketika jaman maba, sebuah pesan pendek bertanggal 27 Agustus 2013 01:45:48 yang masih tersimpan rapi dalam HPku yang sudah ketinggalan jaman itu) yang selalu berdialog dengan penuh senyuman (benar-benar masa-masa indah saat mengenalnya sebagai seorang yang baik, polos, dan senyuman serta like-nya sangat memotivasi setiap pagi dikala update status FB). Pun ketika bermain ke rumahnya, disambut dengan baik, dan saya masih ingat dengan segelas teh dalam kemasan yang disuguhkan dengan setoples kue kering. (“Kak, aku ingin kita kembali akrab seperti dulu. Tapi sayang, ketidaknyamanan yang aku buat tidak akan memungkinkan kita kembali pada kondisi seperti sedia kala. Aku benar-benar minta maaf, Kak. L)
8.    Akhirnya, semua lamunan itu berakhir. Dan terimakasih kepada ambulans yang melaju sedemikian cepatnya, sehingga genangan air yang ada dijalanan yang usai diguyur hujan tadi, semua terpercik sebegitu derasnya ke wajah dan seluruh tubuh. Hingga akhirnya membangunkanku dari lamunanku yang berlangsung hampir keseluruhan dari perjalanan pulang tadi.